Marhaban ya romadhon... Sebentar lagi bulan suci yang kita nanti-nantikan akan datan menghampiri. Waktunya kita lebih bermawas diri dan menjadikan bulan romadhon sebagai momentum bertambahnya kadar keimanan.banyak ibadah sunnah dan wajib yang dilakukan secara bersama-sama.
Suatu ketika Rasulullah SAW berada di dalam Masjid Nabawi, Madinah. Selepas menunaikanshalat, beliau menghadap para sahabat untuk bersilaturahmi dan memberikan tausiyah. Tiba-tiba, masuklah seorang pria ke dalam masjid, lalu melaksanakan shalat dengan cepat. Setelah selesai, ia segera menghadap Rasulullah SAW dan mengucapkan salam. Rasul berkata pada pria itu, "Sahabatku, engkau tadi belum shalat!" Betapa kagetnya orang itu mendengar perkataan Rasulullah SAW. Ia pun kembali ke tempat shalat dan mengulangi shalatnya. Seperti sebelumnya ia melaksanakan shalat dengan sangat cepat. Rasulullah SAW tersenyum melihat "gaya" shalat seperti itu.
Setelah melaksanakan shalat untuk kedua kalinya, ia kembali mendatangi Rasulullah SAW. Begitu dekat, beliau berkata pada pria itu, "Sahabatku, tolong ulangi lagi shalatmu! Engkau tadi belum shalat."Lagi-lagi orang itu merasa kaget. Ia merasa telah melaksanakan shalat sesuai aturan. Meski demikian, dengan senang hati ia menuruti perintah Rasulullah SAW. Tentunya dengan gaya shalat yang sama. Namun seperti "biasanya", Rasulullah SAW menyuruh orang itu mengulangi shalatnya kembali. Karena bingung, ia pun berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melaksanakan shalat dengan lebih baik lagi. Karena itu, ajarilah aku!" . "Sahabatku," kata Rasulullah SAW dengan tersenyum, "Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah Al-Fatihah dan surat dalam Alquran yang engkau pandang paling mudah. Lalu, rukuklah dengan tenang (thuma'ninah), lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak. Selepas itu, sujudlah dengan tenang, kemudianbangunlah hingga engkau duduk dengan tenang. Lakukanlah seperti itu pada setiap shalatmu." Kisah dari Mahmud bin Rabi' Al Anshari dan diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya ini memberikan gambaran bahwa shalat tidak cukup sekadar "benar" gerakannya saja, tapi juga harus dilakukan dengan tumaninah, tenang, dan khusyuk.
Kekhusukan ruhani akan sulit tercapai, bila fisiknya tidak khusyuk. Dalam arti dilakukan dengan cepat dan terburu-buru. Sebab, dengan terlalu cepat, seseorang akan sulit menghayati setiap bacaan, tata gerak tubuh menjadi tidak sempurna, dan jalinan komunikasi dengan Allah menjadi kurang optimal. Bila hal ini dilakukan terus menerus, maka fungsi shalat sebagai pencegah perbuatan keji dan munkar akan kehilangan makna. Karena itu, sangat beralasan bila Rasulullah SAW mengganggap "tidak shalat" orang yang melakukan shalat dengan cepat (tidak tumaninah).1
Pada masa kecil kita selalu bersemangat untuk bersama-sama menunaikan sholat terawih. Tapi tunggu dlu, itu jika imam yang kita ikuti melaksanakan sholatnya secara cepat. He.. He.. He.. Bukankah seperti itu? Cepat lambatnya sholat mempengaruhi kadar kekhusu'an dan kadar ketertarikan akan berjama'ah.
Ketika sholat berjama'ah ditunaikan segala tanggung jawab makmum tentang sholat sebagin besar diberikan kepada imam. Termasuk khusyu'nya sholat. Oleh karenanya imam harus dapat mengukur cepat lambatnya ia sholat. Ketika berjama'ah alangkah baiknya cepat tapi tumu'ninah. Bukan tergesa-gesa dengan mengabaikan kekhusu'an sholat. Berbeda apabila kita sholat sendirian, alangkah baiknya melamakan sholat kita dan menikmati kekhusu'an yang ada didalamnya.
Kecepatan sholat berhubungan dengan kekhusu'an sholat. Maukah kita harus mengulangi sholat gara-gara kita tidak khusyu' dalam mengerjakan. Maukah kita membiarkan buah-buah barokah dan pahala hilang begitu saja bahkan yang ada hanya sholat yang tidak memenuhi standar yang akhirnya ditolak. Semoga kita termasuk orang-orang yang menjaga sholatnya. <iam>
Catatan kaki:
1 diambil dari http://www.republika.co.id